Mengapa Yesus Berubah menjadi Kennedy & Budha menjadi Gandhy ?

Mengapa Yesus Berubah menjadi Kennedy & Budha menjadi Gandhy ?

ditulis oleh Elvin Hendratha

Kali pertama saya mendengarnya sungguh sangat terkejut. 'Gila, ini jelas SARA !!!' tuduh saya. Tetapi kekagetan itu kemudian saya kubur dalam-dalam, sejalan dengan kesimpulan baru yang saya dapatkan. Kesimpulan yang saya dapat dari memelototin kata demi katanya.
Lagu 'Mereka mencari Tuhan' yang diciptakan oleh Bram Makahekum memang cukup unik dan karakteristik. Selain karena unsur bunyi-bunyiannya, juga pada gaya penceritaan lirik yang keluar dari mainstraim saat itu.
'Mereka mencari Tuhan' bersumber dari 'album tunggal' Kelompok Kampungan yang berjudul 'Mencari Tuhan'. Terdiri dari 9 lagu, yaitu : Bung Karno, Ratna, Mereka Mencari Tuhan, Catatan Perjalanan, Hidup Ini Seperti Drama, Berkata Indonesia dari Yogyakarta, Wanita, Terlepas Dari Frustasi, dan Aku Mendengar Suara.
Kelompok Kampungan merupakan ekspresi pemberontakan dari anak-anak Yogyakarta di era tahun awal 80-an. Kelompok Kampungan yang sebagian besar adalah awak Bengkel Teater Rendra dengan lantang menyerukan gugatannya melaui lirik, dan salah satunya melalui : Mereka Mencari Tuhan.
Walaupun hanya album tunggal tetapi album itu sendiri telah beberapa kali di produksi ulang, terbukti dengan adanya 3 (tiga) versi cover yang berbeda. Versi pertama yang bergambar : Foto-Bersama anggota Kelompok Kampungan (ada yang pegang gong), sedangkan yang kedua bergambar 'Foto Bung Karno dari samping-dengan warna Merah Putih', lalu yang ketiga cover hitam bertuliskan Kelompok Kampungan berwarna emas. Untuk versi kedua, konon direkam disekitar tahun 98-an yang merupakan pesanan 'partai' tertentu dengan tujuan politis.
Namun demikian ketiga versi album tersebut ternyata memiliki 2 (dua) varian isi lirik, yaitu versi-1/3 dibandingkan dengan versi-2. Versi-1 dan versi-3 jelas isinya sama, berbeda gambar cover saja. Hal tersebut jelas berbeda dengan versi-2 yang jelas lebih berbeda, setidaknya pada lagu : Mereka Mencari Tuhan. Coba perhatikan lirik lagunya :
MEREKA MENCARI TUHAN 
 Lagu dan Syair : Bram Makahekum
 Group : Kelompok Kampungan
 Album : Mencari Tuhan 

Kami ingat, muka-muka mereka ketika kami duduk dan bersama 
Sinar bulan menari-nari memeluk mereka satu per satu 
Kami ingat, setiap wajah mereka ketika kami sujud dan berdoa 
Ada yang seperti Sawito
Ada yang seperti Hamka
Ada yang seperti Hatta
Ada yang seperti Sukarno
Ada yang seperti Rendra
Ada yang seperti Bang Ali
Ada yang seperti Budha
Ada yang seperti Yesus 
Seperti sudah direncanakan setiap muka tanpa ekspresi 
bau pantai dan bunyi alam merangsang semua panca indra membuat setiap jiwa satuuu...uuu 
Aaaaaaaa, Aaaaaaaa.. 

Dia yang seperti Yesus berambut gondrong sampai ke pundak, bercelana jeans dan juga jaketnya, berdiri dan menengadah kelangit, dia bilang : "Tuhan... aku ini milikMu dan mengabdi kepada kehendakMu,Semua tindakanku aku serahkan kedalam tanganMu melewati alam dan kehidupan"
Lalu dia yang seperti Budha, menuangkan semangatnya ke dalam telinga alam semesta, dan berkata : "Alam... lepaskan aku dari kotak-kotak kebudayaan yang menjadi beban kehidupan ini. Getarkan seluruh tubuh dan jiwaku agar aku dapat berkata: 'Tuhan tidak buta !!'"

Mereka mencari Tuhan
Mereka mendekati alam
Mereka mendekati kehidupan
Mereka mulai meragukan,
nilai-nilai yang sudah mapan
Mereka mulai meragukan,
nilai-nilai yang sudah mapan
Mereka mulai meragukan,
nilai-nilai yang sudah mapan
Aaaaaaaa, Aaaaaaaa..


Sebagaimana saya ceritakan diatas, bahwa saya terkejut ketika kali pertama mendengarnya. Lirik Kelompok Kampungan memang terasa sekali berbeda, bahkan saya sempat menganggapnya keterlaluan.


Spontan saya anggap Bram terlalu berani bermain dibatas nadir antara Seni dan Sara. Bukankah saat itu rezim Soeharto tengah berkuasa ? Tidak takutkah Bram ? Aneh. Justru proses rekaman dan peredaran kaset yang katanya dicekal orde baru itu, dapat melenggang tanpa kesulitan ditangan saya saat di Banyuwangi, dan sangat disukai penikmat setidaknya saya pribadi.

Lalu bagian manakah, kata-kata yang saat itu saya curigai mengandung unsur SARA ? Coba perhatikan, kalimat berikut ini :


Ada yang seperti Sawito 
Ada yang seperti Hamka 
Ada yang seperti Hatta 
Ada yang seperti Sukarno 
Ada yang seperti Rendra 
Ada yang seperti Bang Ali 
Ada yang seperti Budha 
Ada yang seperti Yesus 

Bram nekat mensejajarkan Budha dan Yesus dengan para pahlawan, tokoh, dan guru Bram. Yesus dan Budha dianggap layaknya yang lain turut mendekati alam dan kehidupan, untuk mencari Tuhan. Sebuah tindakan gegabah ? Bukankah ini sama saja dengan mensejajarkannya Nabi Muhammad dengan Pak Harto, sebagaimana kasus Monitor Arswendo Atmowiloto ?
Kemudian perhatikan juga bait-bait berikut ini :
Dia yang seperti Yesus berambut gondrong sampai ke pundak, bercelana jeans dan juga jaketnya, berdiri dan menengadah kelangit, dia bilang ................................dst

Lalu dia yang seperti Budha, menuangkan semangatnya ke dalam telinga alam semesta, dan berkata : "Alam... lepaskan aku dari kotak-kotak kebudayaan yang menjadi beban kehidupan ini. Getarkan seluruh tubuh dan jiwaku agar aku dapat berkata: 'Tuhan tidak buta !!'"

Begitu jumawahnya Bram, menggiring pencitraan alam pikiran penikmat dengan property seperti : Rambut Gondrong, Celana Jeans, Jaket lalu dihubungkannya dengan Yesus ?
Betapa takaburnya Bram, yang berusaha menggiring pencitraan alam pikiran penikmat, bahwa : Budha ternyata telah jenuh pada kotak-kotak kebudayaan yang justru menjadi beban kehidupannya. Budha gusar untuk selalu menunggu pertolongan-NYA, maka berkatalah : 'Tuhan tidak buta !!!'
Menurut Agamfat, sebagaimana di Islam ada ‘Wahabbi' juga di Kristen. Ada juga kelompok yang sama-sama berpikir oportunis-pragmatis-sekaligus fundamentalis. Ada kelompok pembaharu tapi tergelincir ke puritan dan yang lebih keras lagi jadi fundamentalis. Di Kristen kelompok pembaru Martin Luther mulanya membebaskan gereja dari hegemoni Paus, Uskup, sentralisme Roma. Kelompok Protestan maju dengan Etika Protestannya yang mendewakan bekerja untuk mencari Tuhan. Lama-lama kelompok Protestan terpecah ke berbagai aliran. Ada yang Evangelis ringan. Yang Evangelis garis keras sebenarnya sejajar dengan ‘Wahabbi'. Pembaru Islam, dari Muhammad Abduh, pengikutnya terpecah ke dua warna, yang modernis sebangsa Muhammadiyah, dan yang 'Wahabbis'. Nah, kemungkinan Bram bertemu ‘Wahabbi'nya Kristen ? katanya
Bram memang (Kelompok) Kampungan !! Tapi menelaah lirik lagu 'Mereka Mencari Tuhan' tidak dapat dilakukan dengan tergesa-tergesa. Harus tanpa emosi. Kata demi kata harus kita perhatikan. Maka bila tidak, kita akan kehilangan satu kata yang justru merupakan kata kuncinya.
Kegusaran saya, menjadi surut ketika saya mulai focus pada kata SEPERTI yang diulang-ulang oleh Bram. Bukankah didepan semua kata Yesus dan Budha, terdapat kalimat SEPERTI ? Secara etimologis, arti kata SEPERTI bisa diartikan dengan 'MIRIP DENGAN' atau 'SERUPA DENGAN'. Jelaslah bahwa yang dimaksud kata : Yesus dan Budha oleh Bram, tentu saja bukan Yesus atau Budha yang sebenarnya.
'MEREKA' hanyalah orang-orang yang SEPERTI YESUS dan BUDHA. Orang lain yang berlagak, meniru, bergaya dan menyerupai YESUS dan BUDHA. Lalu timbul pertanyaan menyerupai secara biologis atau secara ajaran ?
Mengapa kalimat : Mereka mulai meragukan, nilai-nilai yang sudah mapan diulang-ulang tiga kali justru pada akhir lagu ? Itukah amanat yang ingin disampaikan ? Tampaknya kekuatiran, akan adanya perusakan nilai-nilai yang sudah mapan dalam menghadapi kehidupan kebudayaan sudah sangat meresahkannya....
Bram Makahekum memang cerdas, pikir saya !! Sebegitu cerdas sampai sangat rapat menyembunyikan pesan yang ingin disampaikan. Bertahun-tahun saya terus meyakininya tanpa henti. Sampai suatu saat ketika bapak menunjukkan varian versi lirik kaset (cover versi 2), lalu kesimpulan saya menjadi mentah kembali....
1353165189978768370
Sebegitu gampangnya Bram menyulap lirik lagu itu !! Ujug-ujug digantinya kata YESUS dengan KENNEDY, dan kata BUDHA dengan GANDY. Bram berusaha mecari pengganti kata yang tepat, sejalan dengan perubahan proses berpikirnya. Kennedy dan Gandhy, dirasakannya lebih pantas menggantikan kata YESUS dan BUDHA. Kennedy dan Gandhy lebih pantas bermain-main dengan Sawito, Hamka, Hatta, Soekarno, Rendra dan Bang Ali. Disisi lain sebegitu hebatkah Kennedy dan Gandhy, sampai berhak mewakili atau sejajar menggantikan YESUS dan BUDHA yang muncul di kaset pertamanya ?
Pertanyaan itu terus mendengung di telinga saya ...... Bukankah itu justru mengisyaratkan bahwa : Bram TELAH MENGAKUI kalau lirik itu nyerempet ke SARA ? Sangat sensitif, harus dihindari dan dikoreksi....pikirnya
Atau mungkin saja itu hanya perwujudan proses berpikir Bram Makahekum dan Kelompok Kampungan (baru-nya) yang telah 'jinak'. Sudah tua, dan tidak lagi meledak-ledak ? Ataukah itu hasil dari sebuah KOMPROMI idealismenya, karena mengakomodir kepentingan Pemesan ? Menurut teman saya Toro, justru melalui album varian yang bertajuk "Bung Karno Milik Rakyat Indonesia", justru tampak sudah kehilangan gairahnya. Tak ada lagi aransemen riuh rendah penuh pengaruh musik tradisi layaknya album asli.
Disisi lain Teman saya Marto, justru merasakan adanya kegamangan saya disini. Menurut Marto, pada jamannya Bram betul mewakili mereka-mereka yang off stream dan itu dilihat saya dari jaman sekarang dengan kacamata orang main stream. Ketika Bram mulai mengubah tetokohnya, justru itu upaya dia menyeimbangkan akselerasi fundamentalis yang ada sekarang. dia tak ingin menyejajarkan sosok suci agama kristen dan budha dengan tokoh budaya dan politik lain. Penggantian tokoh hanya upaya bram menyeimbangi penghormatan berlebihan (pengultusan) Muhammad di satu sisi oleh fundamentalis islam. Jadi gak ada hubungannya dengan sara sejak awal (album pertama). Saya dituduhnya kurang mengaduk analisa dari sisi rasa. Saya dianggapnya kebanyakan terjebak dari sisi sara. Yang itu tak ada. Artinya, Bram tidak - dan tidak perlu - mengakui apa-apa.
Mungkin Marto benar. Saya gamang.... Tapi bukankah Setting sitution pada proses penciptaan lirik ketika menangkap sebuah intuisi awal sudah jelas, namun kemudian berubah berdasarkan ruang dan waktu. Dan itu dianggap sebagai proses penyeimbangan bram pada penghormatan berlebihan (pengkultusan) ?
Bukankah sebuah lirik adalah sebuah catatan kenyataan ? Kata demi kata mengalami proses pergumulan yang sangat intens. Karenanya proses penangkapan intuisi pasti berbeda perjuangannya, sejalan dengan pergumulan otak kreatifnya. Kenikmatan syahwat yang dilepaskan, telah terekspresikan pada detail katanya.
Sehingga apabila suatu ketika Harto mencoba mengotak-atik 'lirik' sebuah surat yang dibawa ketiga jendral, maka berbeda pula makna yang terkandung didalamnya. Maka cilakalah (negara), karena bermain-main mengganti 'kata-kata'. Lebih cilaka lagi, ketika orang tidak tahu, bahwa ada cacat sejarah atau tidak tahu bahwa terjadi perubahan sebuah proses.
Semoga sekedar desakralisasi tapi roh dan substansi masih bisa ditangkap, kendati sudah merubah kata-kata pada lirik (begitu juga nilai-nilai amanat ?) yang terkandung didalamnya ? Terlebih bila 100 tahun kemudian, kertas lirik kaset kedua saja yang ditemukan oleh Cicit Anhar Gonggong !!
Memang saya bodoh, gak pernah paham maksud pikiran Bram yang Kampungan itu ...