RESENSI BUKU - DONNY FATTAH

Judul                 : Donny Fattah
Judul Lengkap  : DF–40th dlm God Bless, bersama God Bless, untuk God Bless
Penulis              : Asriat Ginting
Penerbit            : Unifikata
Tahun               : 2013
Tebal                : 208 halaman
Tgl.Pembelian  : 08 Desember 2013
Cetakan            : 100 Edisi Khusus – Pertama 
Resensi oleh     : Elvin Hendratha


Berkisah tentang perjalanan kehidupan musisi Donny Fattah. Serpihan mozaik yang  melengkapi puzle besar dokumentasi perjalanan Musik Rock Indonesia. Banyak hal yang tidak kita ketahui tentang kisah hidup pemusik pendiam itu, akan terjawab tuntas dengan membaca buku ini. Berbagai sangkaan terhadap Donny Fattah yang sering tampil tanpa baju dengan lengan bertato, terjungkal bebas secara manusiawi disini. Kisah-kisah menarik perjalanan hidup Gidon Patta Onoa Gagola, diceritakan penulis dengan bahasa yang menarik dan penuh kejutan. Dua ratus delapan halaman akan terasa kurang panjang.

Terdiri dari 12 (dua belas) bagian, dilengkapi testimoni : Achmad Albar, Ian Antono, Abadi Soesman, Eet Sjahranie, Teddy Sujaya, Yockie Suryo Prayogo, dan Putra Donny fattah yang bernama Iman Fatah. Berbeda buku lain yang serupa, buku ini tidak ditulis serampangan dengan hanya meminjam kebesaran nama Sang Tokoh. Penulis sangat paham sejarah God Bless, dan berhasil menguliti Donny fattah untuk menceritakan kisah hidupnya, sehingga membuat diskripsi makin amboi. Cerita mengalir deras dengan informasi baru yang sangat detail. Alur, setting, casting penceritaan nyaris sempurna dalam menapak perjalanan karier Sang Tokoh.

Dibuka bab tentang suasana gelap serangan jantung, yang mengantar menuju titik balik kelahiran kembali hidup Sang Tokoh. Kemudian pembaca dibawa menyusuri pengembaraan back tracking, kenangan perjalanan hidup pribadi dan bermusik. Akhirnya penulis mengakhiri perjalanan panjang tersebut dengan happy ending. Ekspresi sukacita kesembuhan dari sakitnya, mampu mengantar Sang Tokoh bangkit kembali menyapa kembali penggemarnya pasukan “Semut Hitam”, dipanggung pentas musik Pekan Raya Jakarta Kemayoran 13 Juli 2012.

Penulis memakai gaya penceritaan bertutur sebagai tokoh yang diceritakan (Donny Fattah), dengan menggunakan kata ganti : orang pertama tunggal. Pada posisi tertentu, kata ganti orang pertama tunggal berubah jamak ketika berkisah tentang group. Namun demikian pada bagian 10 (sepuluh) terjadi perubahan. Pencerita bukan lagi Sang Tokoh. Penulis justru membalik imaji sudut pandang pembaca : Si Aku yang semula Donny Fattah, tiba-tiba berubah dan diserahkan kepada seorang yang bernama DIAH. “Khusus untuk bab yang satu ini, biarlah Diah yang bercerita. Aku yakin ia akan mengisahkannya lebih baik dariku…” Sang Tokoh berubah menjadi orang ketiga tunggal. Siapakah Diah yang menyapa tokoh dengan panggilan akrab Mas Don itu, akan terjawab pada bagian ini.

Bagian sepuluh ini menjadi bentuk ketidakkonsistenan penulis dalam gaya penceritaannya. Penulis sengaja tidak memilih menempatkannya pada kolom kesaksian testimoni. Beberapa kemungkinan alasannya, yaitu : Diah dianggap berkarakter kuat dan humoris sehingga perlu ditonjolkan, dokumentasinya lengkap, dianggap tidak etis bila diceritakan sendiri oleh Sang Tokoh, serta demi menyelamatkannya agar tak terjebak pada putaran komparasi kisah masa lalu dengan istri lama, Rinny Noor. Penulis melakukan pilihan pengemasan.

Pada bagian lain diceritakan kesahajaan diam Donny Fattah, justru menyimpan sejuta pesona. Banyak teman menyenangi pribadinya. Terbukti Donny memiliki keluasan berteman sesama musisi yang sangat beragam, mulai dari Iwan fals sampai musisi besar manca negara seperti : Geddy Lee dan Stanley Clarke. Sungguh tak menyangka dibalik kesahajaannya, Donny akrab dengan Geddy Lee basis Rush yang menyadarkannya kembali ke habitat musik, saat Donny masih bekerja di KJRI Houston Texas. Begitu akrabnya, sampai pernah menginap di rumah Geddy Lee di Toronto Canada. Disisi lain Donny Fattah juga pernah diajari secara langsung bermain tehnik Funky Thumb oleh Stanley Clarke. Bahkan dibalik kesehajaannya. Bak katalisator, Donny mampu berada di beberapa ruang dalam menembus kebuntuan komunikasi kerabatnya. Suatu saat berada di God Bless, tapi disisi lain bisa mendukung Kantata, Gong2000 atau The Kamerad. Begitulah Donny.

Buku ini juga telah dilengkapi 64 (enam puluh empat) gambar foto langka, sehingga membuat penggambaran tokoh makin jelas. Foto-foto lawas tersebut, mampu memompa adrenalin romantisme kerinduan pembaca generasi baby boomer. Sekaligus mampu mengantar pembaca dari gen X dan gen Y berjalan mengikuti lorong waktu.

Testimoni tokoh-tokoh lain, juga menjadi bagian menarik untuk disimak. Beberapa sejawat Donny di God Bless dan Iman Fatah, telah memberikan kesaksian insipratif sehingga memperkaya cakrawala pemahaman tentang sifat dan jiwa Sang Tokoh. Salah satunya adalah testimoni Yockie Suryo Prayogo. Testimoni Yockie terdiri dari 8 (delapan) halaman, merupakan testimoni paling panjang ekspresif. Dimulai dengan perkenalan saat berada di Fancy dan Zonk, hingga cerita mengalir tentang raibnya moog pada tahun 1975. Cerita mengalir dalam interaksi gelombang pertemanan, berjalan bersama menyusuri lorong musik Indonesia. Ditandai closing indah Yockie, dengan mengingatkan perkataan WS Rendra kepada Donny Fattah :  “Seni adalah bagian dari hidupmu. Kamu tidak bisa menafikan keniscayaan itu. Apapun kejengkelen-kejengkelan, atau hal-hal tidak sesuai dengan harapan kita, harus dihadapi. Karena itulah fungsi kita hidup, sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia”. “Donny tetap percaya dan berpegang teguh apa yang sekarang ia jalani” gumam Yockie mengakhiri kesaksiannya.

Dengan membaca buku ini, maka satu persatu misteri akan terkuak, banyak fakta info baru akan ditemukan. Mengapa lengan Donny bertato ? Bagaimanakah cara menciptakan lagu God Bless, samakah prosesnya dengan pembuatan lagu di Kantata Takwa atau Gong 2000 ? Bagaimanakah riwayat proses pembuatan lagu : Musisi, Cermin, atau Anak Adam ?  Mengapa album 36 sangat ringan tidak serumit album lainnya, padahal saat itu 12 (duabelas) lagu progresif rock telah diciptakan oleh Donny Fattah. Bagaimanakah kronologis tragedy Pancoran, yang merenggut nyawa dua personil God Bless Soman Lubis dan Fuad Hasan pada tanggal 09 Juli 1974 ? Benarkah Donny Fattah mendalami agama sambil mabuk ? Benarkah Ian Antono sengaja menggembosi God Bless melalui Gong 2000 ? Semuanya akan terjawab dengan membaca buku ini.

Di tengah minimnya catatan napak tilas perjalanan musisi, buku ini menjadi sumbangan pencatatan artefak perjalanan musik di Indonesia. Secara keseluruhan buku ini bagus, enak dibaca dan sangat menarik. Buku ini wajib dimiliki fans Donny fatah, atau God Bless dan Gong2000 sekalipun. Buku yang bisa menjadi pengobat rindu Fans God Bless, yang tengah menjadi godot menanti kelahiran Buku Sejarah God Bless yang tak kunjung usai… (elvin hendratha)