LIRIK YANG BENAR MANUK KEPODHANG

Bersumber dari kaset analog produk bercover kaset dumy Maxell C-60 bertuliskan tangan, pada hari ini ARTevac sengaja mengangkat thema gendhing Manuk Kepodhang.
Gendhing ini sangat popular abadi dan telah dinyanyikan sejak tahun 1970-an. Sederet penyanyi besar telah menyanyikannya, diantaranya Koesniah pada album Angklung Koesniah Volume 1 dan Yuliatin pada album Ikawangi Volume 1. Puncaknya lagu ini terjadi ketika dinyanyikan dihadapan penguasa Orde Baru, Bu Tien dan para Mentri Kabinet Pembangunan di Bina Graha pada tahun 1970. Gandrung Poniti menyanyikan “Kepodhang” dengan menggunakan busana berwarna serba kuning dengan mempesona. Pak Harto sangat senang memberikan pujian kepadanya, bahkan Bu Tien berkenan memberikan kenang-kenangan khusus kepada Gandrung Poniti pada saat itu.
“Manuk Kepodhang” merupakan ciptaan S Parman. Dedengkot dari Blambangan Group ini memang tidak terlalu produktif sebagaimana BS Noerdian atau Machfud HR dalam menciptakan gendhing-gendhing Banyuwangi. Dalam catatan ARTevac, S.Parman tercatat hanya menciptakan 2 (dua) lagu, yaitu : Septuan dan Kepodhang. Lagu ini memang berjudul asli “Kepodang” saja, coba perhatikan kaset album Blambangan Group - Volume 3 yang bertitle AIU, produksi Kemala Recording. Tidak terdapat kosa kata “Manuk” didepannya, namun dalam perkembangannya beberapa produk-produk kaset album lain mulai diberikan tambahan kata “Manuk”, tampaknya sebagai upaya memberikan kemudahan dalam pelafalannya. Tetapi justru pada album Blambangan Group - Volume 3 yang bertitle AIU inilah, terjadilah amputasi pemenggalan lirik secara keseluruhan yang kemudian diikuti oleh yang lainnya.

Lirik yang dihapal masyarakat umum, menggunakan lirik gendhing yang dinyanyikan oleh Koesniah dan Yuliatin, berasal dari album album Angklung Koesniah Volume 1 dan album Ikawangi Volume 1.

MANUK KEPODHANG
Ee ee.. lare-lare padha tangia
Wis wayahe yara uwis-uwis padhang
Rungokena unine manuk kepodhang
kepodhange yara nemplek ana ring empang
Uu uu liyu unine manuk kepodhang
Ye ye ye kepodhang kuning wulune

Lirik ini hanya penggalan dari struktur lirik gendhing secara keseluruhan. Lirik gendhing hasil penggalan hanya struktur sampiran, menghilangkan amanat pesan yang sengaja ingin dikirimkan S.Parman. Bercerita tentang fenomena kasih sayang yang tulus dalam membiasakan bangun pagi kepada anak-anak. Tentang suasana keindahan pagi, saat burung Kepodhang berkicau menyambut terbitnya matahari. Secara kesuluran syair penggalan yang selama ini kita dengar, hanya menyampaikan suasana alam pedesaan yang masih ada kicau burung kepodhang setiap pagi.
Syair penggalan dengan iringan music yang aduhai, mampu menyihir pendengar tanpa mempertanyakan apa ide sesungguhnya yang akan disampaikan pengarang. Narasi tentang pagi dan suara burung kepodang, dengan bangunan music angklung Banyuwangian. Bisa membawa angan pendengar atau penikmat, kepada alam pedesaan yang masih asri.
Terputusnya kesatuan utuh lirik, membuat lirik abnormal keluar dari kebiasaan. Setiap lirik gendhing Banyuwangi pada saat itu (Tahun 1970-an), selalu menyelipkan pesan moral tentang kebajikan di dalamnya. Prinsipnya para pengarang saat itu, setiap ada masalah pasti ada solosinya. Kalau gendhingh itu berisi ajakan kebaikan, cara penyampainya juga simboli tidak langsung menggunakan bahasan verbal. Kita yang mendengarkan, diajak ke suasana tertentu kemudian disampaikan isi atau ide sesungguhnya dari pengarang.
Seperti pada syair gendhing Manuk Kepodang, justru penggalan lirik yang hilang, berisi pesan penyair yang amat penting. Berbeda dengan syair gendhing yang dibawakan Nurjanah. Nurjanah lebih lengkap dan memiliki amanat pesan penyair yang jelas. Isinya tidak sekedar sampiran, namun juga bercerita hal yang ingin disampaikan oleh penyair. Selain sebagai pemompa semangat memperbaiki diri, dengan mencontoh hidupnya Manuk Kepodang. Ajeg pagi pagi dengan riang gembira, kemudian bersama-sama temannya bersemangat bekerja. Melakukan hal-hal yangh berguna, baik bagi dirinya, Bahkan penyair menggambarkan, akibat berbuat dan bekerja itu akan meningkatkan harkat dan martabat sebagai makhluk hidup. Kata-kata “pamor” sampai diulang dua kali sebagai penekan, jika orang mau bekerja dan mempunyai penghasilan dari jerih payah sendiri, harga dirinya menikatkat dan hidupnya bisa tenang.
Pilihan analogi burung Kepodhang, melalui sebuah proses kontemplasi yang dalam. Warna bulu yang kekuningan bersih adalah symbol dari kemakmuran. Keindahan warna bulu tidak menjadikan, si burung kepodhang hanya diam dan berkicau. Tetapi Burung Kepodhang pada saatnya juga melakukan aktivitas social kemsayarakatan dalam dunia fauna. S.Parman sengaja memberikan pelajaran tentang bagaiaman melakukan manajemen waktu yang baik, kapan kita menikmati hasil pekerjaan tetapi tidak meningglkan kewajiban

MANUK KEPODHANG

ee........ lare-lare padha tangia
Wis wayahe yara uwis-uwis padhang
Rungokena unine manuk kepodhang
kepodhange yara nimplik ana ring empang
Uu uu liyu .... kepodhang apik unine
Ye ye ye ye .... kepodhang kuning wulune

Deleng delengen pathenge manuk kepodhang.
Buru tangi aju padha padha tandang.
Kaya kaya wis ngerti nyang kuwajibane.
Golek pangan bareng nggudag ambi kancane.
Kari pamor, kari pamor ayem atine.
Ye ye ye ye kepodhang makmur uripe...

Buru tangi ajuh podhang padha tandhang
Kaya-kaya wis ngerti nyang kewajibane
Selephangan yara nggudak ambi kancane
Kari pamor, kari pamor ayem atine.
Ye ye ye ye kepodhang makmur uripe...

Elvin
Artevac Channeldan team