Merayakan Kegembiraan (Cemeng Putih - SIlaturahmi Budaya Antar Perupa Banyuwangi)


Pameran seni rupa 2022 di Banyuwangi diakhiri dengan tajuk "Cemeng Putih". Ditutup pas di malam tahun baru. Event yang dihelat dari tanggal 27 - 31 Desember 2022. Dan menatap tahun baru 2023 dengan gairah kreativitas yang diharapkan terus berkembang. 

Sejatinya perupa Banyuwangi, dalam arti seniman yang tinggal di Banyuwangi - selalu dapat peluang untuk unjuk gigi. Bakat melukis, misalnya, terpantau sejak SD lewat pelbagai event lomba menggambar dan mewarnai. Pelukis muda bermunculan ke publik lewat media sosial yang masif. Era digital jadi kenyataan kehidupan baru para seniman sekaligus tantangannya. 

Hubungan terus terjalin lewat WhatsApp dan media sosial lainnya dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Tak terbendung lagi. Karya anak bangsa akan meningkat mutunya lewat ruang-ruang pameran, diskusi, dan gesah ringan di warung kopi. Anak cerdas dan berbakat harus dipelihara dan difasilitasi negara. Generasi Z akan mewarnai corak Indonesia 2045 nanti, di satu abad Indonesia, Indonesia emas. Itu sudah ada di depan mata. 

Pameran yang dirancang super kilat oleh Dewan Kesenian Blambangan, Banyuwangi ini boleh dibilang kerja profesional, berangkat dari partisipasi masyarakat. Bekerjasama dengan pelbagai komunitas seni yang ada di Banyuwangi. Partisipasi itu tampak misalnya, pelukis kita yang sudah menginternasional S. Yadi K. menyumbang sebuah lukisan Gandrung, dihibahkan ke panitia (DKB) demi suksesnya event multi seni (pertunjukan teater, musik, tari, diskusi dan sarasehan, dll) yang berlangsung selama lima hari itu. 

Fokusnya ke kaum milenial. Mereka perlu banyak mendapat tempat. Pelajar dan mahasiswa terlibat dalam kepanitiaan. Sehari sebelum pelaksanaan undangan baru beredar. 

Tapi ruh daripada event pameran seni rupa Cemeng Putih adalah merayakan kegembiraan. Berekspresi dengan riang selama pameran berlangsung. Kita tak lagi terlalu mempersoalkan kualitas karya seni yang ditampilkan. Sebab semuanya menjadi indah dalam kegembiraan itu. Tak perlu banyak pesan yang ingin diketengahkan. Dan kesan pastilah akan ditangkap oleh publik secara beragam. Juga, "Cemeng Putih" tidak diperlukan banyak kritik. Rasanya energi kita habis percuma untuk sekedar menguliti kelemahan dan kekurangannya. Kita lebih mengapresiasi kerja panitia mencari dana tanpa ia sendiri mikir nanti dapat apa. Tentu tak ada yang sudi meluangkan banyak waktu untuk kritik, bukan? Grenang-greneng bisa dilakukan di warung kopi saja. 

Tapi kita tengah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan, juga bagi pengalaman berkesenian yang sehat. Idealisme kita benturkan dengan kerja berkesenian. Oleh sebab itu kekurangan dan kelemahan adalah niscaya. Itu setidaknya jadi pengalaman sekaligus sebagai pengetahuan, bagaimana kerja seni harus dibereskan secara teknis. Juga mencoba meredakan egoisme seniman dengan silaturahmi, mau salaman dengan "setan" sekali pun. Sangat disadari itu memang tak gampang, itu semacam perang besar tanpa senjata. 

"Cemeng Putih" bolehlah ditafsir secara liar. Seniman adalah manusia pilihan Tuhan. Celakanya seniman bisa dinilai ada seniman besar dan seniman kecil. Sejatinya ini adalah persoalan mental. Pelukis besar dan pelukis kecil. Karya harus dinilai. Pelukis yang benar-benar pelukis, atau sekedar tukang gambar, atau pengrajin. Kadang tukang gambar karyanya dihargai murah. Sementara itu seniman besar karyanya dihargai mahal. Perkara ini tak pernah selesai dibicarakan. 

"Cemeng Putih" adalah pertarungan warna yang bisa berubah menjadi simbol dari banyak hal. Hitam (cemeng) lawan dari putih. Tajuk yang sepakat diangkat mewakili pemikiran dan pandangan Dewan Kesenian Blambangan, bahwa karya seni senantiasa mencakup. Pameran lukisan terbatas hanya pada karya lukis, sementara pameran seni rupa bisa merambah pada karya seni lain, pada patung, instalasi, keris, dan performance art.

Fatah Yasin Noor, penyair

Komentar